By : FORINA
Orangutan sumatera (Pongo abelii) diklasifikasikan oleh IUCN sebagai satwa kritis terancam punah (Critically Endangered), yang menunjukkan bahwa jenis ini akan punah di alam liar dalam satu atau dua dasawarsa kecuali ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka dapat secara efektif diturunkan atau dihilangkan. Sebaran orangutan sumatera yang hanya tersisa di bagian utara pulau Sumatera (Propinsi Aceh dan Sumatera Utara), membuat kondisi mereka semakin mengkhawatirkan akibat terjadinya konversi lahan atau deforestasi.
Namun, pembangunan yang berlangsung untuk pengembangan ekonomi, telah menempatkan hutan, dimana orangutan hidup, menjadi terancam. Perubahan kedua tipe habitat itu menjadi kawasan pertanian, perkebunan, perumahan, dan industri tidak saja mengancam kelangsungan hidup orangutan, melainkan juga diikuti dengan pelepasan potensi karbon yang sangat besar ke udara.
Dengan laju deforestasi sekitar 2 juta hektar per tahun, Indonesia merupakan emiter gas rumah kaca ketiga tertinggi di dunia. Cara paling tepat untuk mengatasi hal di atas adalah mengendalikan perubahan habitat orangutan. Jelas terlihat bahwa dalam menjawab tantangan perubahan iklim global terdapat peran orangutan dan komponen keanekaragaman hayati lainnya dalam melindungi dan meningkatkan kesejahteraan manusia.
Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan No. 132/IV-KKH/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Penetapan 14 Spesies Terancam Punah, orangutan termasuk dalam 14 spesies tersebut serta mendapat prioritas atau perhatian untuk ditingkatkan populasinya sebesar 3%. FORINA akan menyumbang pada pencapaian indeks kerja utama (IKU) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan, dalam konteks yang lebih global, proyek ini akan mendukung pencapaian Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017.
FORINA telah melakukan evaluasi implementasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Oranguitan Indonesia 2007-2017, periode 2011-2013 serta mengumpulkan informasi dan mendiskusikan rencana kegiatan konservasi orangutan tahun 2013-2015 untuk mendukung Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Lokakarya evaluasi SRAK telah dilakukan di tingkat regional maupun nasional. Kegiatan ini juga
merupakan ruang pada para pihak untuk mengklarifikasi, menambahkan ataupun merevisi jika informasi yang telah dikumpulkan kurang tepat dan akurat.
Program TFCA-Sumatera yang merupakan program kerja sama antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Amerika Serikat, Conservation International, dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia, memfokuskan pada upaya-upaya terintegrasi konservasi hutan tropis Sumatera. Upaya yang dilakukan mencakup kegiatan pengembangan kebijakan dan kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi, restorasi habitat dan konservasi jenis-jenis terancam punah pada skala bentang alam, dan penguatan partisipasi dan pengembangan ekonomi konservasi berbasis potensi lokal.
Hingga 2017 TFCA-Sumatera telah memberikan komitmen untuk program konservasi habitat dan keanekaragaman hayati hutan tropis Sumatera di 13 bentang alam prioritas, termasuk untuk perlindungan dan konservasi populasi jenis terncam punah kunci (Harimau, Badak, Gajah, dan Orangutan), melalui berbagai intervensi yang relevan. Pada akhir September 2014 Yayasan Kehati mendapat amanah untuk mengelola dana tambahan, yang akan dialokasikan secara khusus untuk konservasi Species terancam punah Sumatera, khususnya Badak Sumatera dan Harimau Sumatera, namun sebagian dapat diperuntukkan untuk orangutan sumatera. Dana tersebut dikelola melalui Program TFCA-Sumatera. Untuk mempertajam strategi dan target konservasi tersebut, TFCA-Sumatera memerlukan masukan dari para penggiat konservasi orangutan sumatera.
Untuk itu diperlukan rekomendasi bagi TFCA-Sumatera dalam menyusun strategi, prioritas, dan target konservasi spesies 5 tahun mendatang yang akan dituangkan dalam “Rencana Implementasi Konservasi Jenis Terancam Punah 2015-2020” hingga proposal konservasi orangutan yang terintegrasi bersama. Lokakarya evaluasi pre-PHVA dan Prioritas Konservasi Orangutan Sumatera diharapkan akan menghasilkan suatu draft dokumen prioritas konservasi orangutan sumatera untuk 5 tahun ke depan.
SHARE: