...

22 Oktober 2020

Hikayat Menjaga Hutan Nagari

Nagari Sako Utara Pasia Talang adalah nagari nan elok, sebuah kekayaan ibu pertiwi di ranah minang. Berada di Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Nagari dengan luas 35,41 kilometer persegi ini beririsan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Taman nasional ini terdaftar ke dalam World Heritage Site sebagai Cluster Mountainous Tropical Forest Heritage Site of Sumatra (TRHS) bersama dengan TNGL dan TNBBS. Kawasan TNKS dengan luas 1.386 juta Ha ini melingkupi empat provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan. Setidaknya ada 436 desa yang wilayahnya berbatasan dengan kawasan ini. Termasuk dengan Hutan Nagari Sako Utara yang memiliki luas 204 Ha. Nagari Sako Utara terdiri dari empat jorong, yakni, Sipoto, Bunda Gadang, Mudiak Lawe Barat, dan Mudiak Lawe Timur.

Menjadi rumah biodiversitas

Jenis vegetasi di kawasan Hutan Nagari Sako Utara adalah hutan hujan tropis. Pohon-pohon yang umumnya tinggi, tanah yang cenderung lembab menjadikan daerah ini sejuk sehingga berbagai jenis flora dan fauna banyak ditemukan di sini. Setidaknya ada 4000 spesies flora yang didominasi oleh family dipterocarpaceae. Hutan Nagari Sako Utara adalah hutan yang menjadi sumber air untuk ratusan hektar sawah masyarakat. Setidaknya ada tiga aliran sungai di hutan ini, yaitu Sungai Talang, Sungai Mudik Laweh, dan Sungai Siputu.

“Sungai Batanghari Jambi hulunya di sini,” ujar Iqbal, koordinator program di KSH-ICS.

Banyaknya ragam jenis pohon ini membuat hutan nagari tak luput dari incaran para pelaku ilegal logging serta perambah, yang membuka lahan untuk dijadikan ladang atau perkebunan.

Aktivitas ini tentu akan merusak ruang jelajah Inyiak, sebuah sebutan untuk Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) yang diberikan oleh masyarakat setempat.  Spesies langka ini dianggap sebagai leluhur yang lebih dahulu mendiami wilayah hutan sehingga harus dihormati keberadaanya. Biasanya, saat inyiak masuk ke kebun, warga akan menghalau agar kembali masuk ke hutan. Di sini kita akan menemukan sebuah goa-goa pendek yang disebut calau harimau. Masyarakat percaya bahwa goa ini adalah tempat peristirahatan harimau.

Menjaga dengan kearifan lokal

Sebagai penyangga TNKS, hutan nagari yang kaya akan potensi keanekaragaman hayati ini harus dijaga. Kesadaran masyarakat lokal sebetulnya cukup baik, mereka tak lagi memburu hewan berkulit belang pemangsa rusa, kijang dan babi tersebut. Yang masih menjadi ancaman justru para pemburu dari luar wilayah.

Temuan cakaran beruang di hutan Nagari Sako Utara.  Foto KSH-ICS

Temuan cakaran beruang di hutan Nagari Sako Utara.  Foto KSH-ICS

“Sejak terjadi Galodo tahun 1994 di Sungai Mudia Laweh, masyarakat lebih sadar tentang dampak penebangan hutan,” kenang Risman selaku ketua kelompok LPHN. Galado adalah sebutan untuk banjir bandang disertai sedimen seperti pasir akibat dari struktur tanah yang tak kuat menahan air.

Kesadaran itu semakin diperkuat dengan adanya kesepakatan yang disusun bersama pada tahun 2016 silam.  Kesepakatan tersebur adalah pembentukan kelompok patroli hutan atau yang disebut LPHN (Lembaga Patroli Hutan Nagari) sebagai wadah pengamanan hutan nagari, selain juga bertugas memelihara, mengawasi dan mempertahankan kelestarian kawasan hutan untuk kesejahteraan masyarakat. Bagi mereka, sebisa mungkin untuk menghindari konflik dengan harimau adalah cara mereka untuk berbagi ruang hidup.

Anggota LPHN menggunakan GPS saat berpatroli. Foto: KSH-ICS

Menjaga hutan artinya juga menjaga kehidupan. Hal ini dilakukan masyarakat bersama LPHN dengan menanam bibit-bibit pohon guna meningkatkan tutupan hutan. Setiap bulannya, kelompok LPHN akan berpatroli menyisir kawasan Hutan Nagari untuk memastikan tidak adanya perburuan, perambahan atau penebangan pohon oleh oknum luar. Tak jarang dalam aktivitas patroli tersebut mereka menemukan jejak Harimau Sumatra, sisa-sisa aktivitas penebangan liar, atau indikasi perburuan liar.

“Kalau ada yang ketahuan menebang pohon, kita akan berikan sangksi untuk tanam pohon satu banding sepuluh,” tegas mantan Wali Nagari Sako Utara, Bapak Eris Novel Dt. Jo Malenggang. Beliau juga sampaikan dengan adanya patroli rutin ini masyarakat tidak berani menebang hutan sembarangan.

“Yang mau tebang pohon harus minta izin pada wali nagari dan LPHN. Kalaupun ada penebangan, pohon atau kayu yang diambil bukan untuk diperjualbelikan; melainkan untuk kebutuhan pembangunan rumah atau sarana prasarana umum di masyarakat.”

Dukungan kemandirian untuk LPHN

Tropical Foret Conservation Action for Sumatera (TFCA-S) mendukung kerja kelompok LPHN ini melalui mitranya, yaitu KSH-ICS. TFCA-Sumatera menyalurkan hibah untuk memastikan kelangsungan hidup harimau sumatra di kawasan TNKS. Sejak 2011, TFCA Sumatera memberikan dukungan hibah untuk delapan mitra, meliputi 61 desa di 12 kabupaten yang bersinggungan dengan bentang ekosistem TNKS. Dimana Pundi Sumatra selaku fasilitator TFCA-S wilayah tengah (Sumatra Barat, Riau, dan Jambi), berperan untuk memonitoring, mengasistensi dan  membantu KSH-ICS dalam pengelolaan dana hibahnya, agar secara maksimal dapat mendukung upaya pelestarian hutan dan perlindungan Harimau Sumatera di Nagari Sako Utara.

Strategi yang dirancang untuk membantu kemandirian LPHN oleh KSH-ICS adalah dengan memberikan penguatan kelembagaan, meningkatkan kapasitas anggota LPHN tentang SMART Patrol, serta membantu menyusun zonasi pengelolaan hutan nagari.

Penguatan kelembagaan ini dilakukan dengan memperluas jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti Pemerintah Nagari Sako Utara Pasia Talang, KPH, Penyuluh Kehutanan, Badan Ketahanan Pangan, BAMUS, ninik-mamak, bundo kanduang serta pemuda nagari untuk bersama-sama menjaga hutan. Karena kerja-kerja konservasi tidak akan mampu dilakukan sepihak, perlu adanya dukungan dan kolaborasi pihak-pihak lain dalam aktifitas tersebut.

Salah satu bentuk komitmen pemerintah nagari terhadap kelompok LPHN ini adalah dengan menganggarkan APBNag (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari) sebesar empat  juta untuk membantu operasional LPHN.  Komitmen ini tentu tidak didapat dengan mudah. KSH-ICS perlu memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Nagari dengan BAMUS dalam mengintegrasikan rencana kerja LPHN.

“Tujuannya agar pemerintah ikut membantu operasional LPHN ini, karena hutan adalah milik bersama,” ucap Risman. Hingga saat ini sumber dana simpanan untuk LPHN menggunakan iuran anggota.

Tergabungnya generasi muda

Saat ini jumlah anggota LPHN Sako Utara Pasia Talang berjumlah 38 orang. Mereka adalah generasi muda yang peduli terhadap alam. Tak ada kriteria khusus untuk tergabung dalam kelompok ini. Mereka haruslah orang yang berjiwa sosial, berbakti untuk nagari, dan berkomitmen menjaga Hutan Nagari. Iqbal, adalah anggota LPHN kelahiran tahun 1994. Menjadi anggota termuda membuatnya semakin bersemangat untuk belajar hal baru, ia tergabung menjadi anggota divisi patroli.

“Saya terpikir yayasan TNKS dan LPHN sama-sama wadah yang bertujuan menjaga hutan dan lingkungan, sehingga akhirnya saya pilih gabung di LPHN untuk ikut menjaga lingkungan di sekitar hutan nagari ini,” tuturnya.

Wilayah tinggal masyarakat desa dengan hutan nagari adalah sekitar empat ratus sampai lima ratus meter, sehingga jika terjadi sesuatu terhadap hutan nagari, tentu dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Melalui dukungan dari TFCA Sumatra, KSH-ICS juga berupaya untuk meningkatkan kualitas data hasil patroli dengan peningkatan kapasitas SDM patroli tersebut.

Aktivitas Patroli di dalam hutan. Foto: Dokumen Pundi Sumatra

 

“Melalui pelatihan yang diberikan KSH-ICS, kita sudah sampai pada tahap pengolahan data melalui aplikasi Smart Patrol,” tutur Risman saat ditanya tentang perkembangan anggota.

Dirikan kelompok usaha Bareh Lato

Dari aspek meningkatkan kesejahteraan masyarakat, KSH-ICS juga membantu kelompok LPHN Sako Utara untuk mendirikan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) pada bidang usaha perdagangan beras. Bareh Lato, sebutan untuk usaha ini didasari dari sistem pemupukan alami yang terjadi di wilayah tersebut. Daun-daun serta ranting pohon dari hutan yang hanyut ke sungai dan terbawa hingga ke sawah menjadikan sampah-sampah hutan ini mengalami pelapukan dan memberikan unsur hara yang tinggi bagi tanah.

Keunggulan beras ini merupakan beras yang ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia dan masih kuat menerapkan pengetahuan tradisional masyarakat setempat. Untuk wilayah Kabupaten Solok Selatan sendiri, belum ada produsen usaha seperti ini. Agar mudah diingat, beras ini diberi nama Bare Lato Sakura dengan slogan “Bare Rancak Makanpun Lemak”

Diskusi santai bersama ketua LPHN Nagari Sako Utara. Foto: Dokumen Pundi Sumatra

 

 

Dalam pemasarannya, kelompok usaha ini bekerjasama dengan beberapa minimarket yang ada di Solok Selatan, yaitu Iliran Mart Padang Aro dan Budiman Mart Muara Labuh. Hingga saat ini ada 800 kilogram beras yang dipasarkan. Pembagian laba sebagaimana yang diatur dengan SOP dialokasikan 5% untuk operasional LPHN.

SHARE:
Berita lainnya