Press release Akar Network
Jalan evakuasi membelah kawasan TNKS akan menjadi sumber bencana
Rencana pembangunan jalan baru akan membelah atau memotong kawasan TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) telah telah menuai protes dan penolakan dari berbagai kalangan, lembaga peduli lingkungan, pencinta alam, lembaga adat pengelola hutan adat dan kalangan akedemisi.
Sebagaimana diketahui diinisiasi pengusulan jalan yang akan melintas TNKS telah muncul sejak tahun 2005, mulai dari untuk jalan ekonomi, jalan budaya hingga pada tahun 2012 terahir ini jalan yang sama ini diusulkan untuk jalan evakuasi.
Rencana pembangunan jalan ini selalu muncul pada saat akan dilakukan pesta demokrasi, baik Pemilu tingkat nasional, propinsi dan kabupaten. Ambil contoh pada tahun 2009-2010, di Kabupaten Lebong dan Mukomuko janji membuka jalan tembus ke kabupaten tetangga menjadi janji politik yang diharapkan akan mendatangkan suara dari masyarakat pinggir hutan maupun yang di dalam hutan/perambah. Pembukaan jalan dijadikan pemikat untuk menarik suara masyarakat calon eksekutif maupun legislatif.
Jika menjelang pemilu tahun 2009, kampanye pembangunan jalan dalam TNKS dan upaya alih fungsi Taman Nasional di lakukan oleh bupati dan gubernur. Menjelang pemilu tahun 2014 ini kampanye alih fungsi taman nasional dan upaya mengakses kawasan hutan nampaknya juga telah menjadi isu yang dianggap menarik sehingga ikut diusung oleh calan persiden.
Pada tahun 2009 pembangunan jalan ini dicantumkan dalam visi dan misi calaon bupati dan calon-calon DPRD. Buahnya, di berberapa kabupaten rencana jalan ini telah tertuang dalam perencanaan pembangunan daerah, dengan isu membukaan keterisoliran kabupaten atau untuk jalan evakuasi, salah satu contohnya dapat dilihat dalam peta RTRW kabupaten kerinci tahun 2012 – 2032 (Peta Mitigasi Bencana Kabupaten Kerinci). Dapat diperkirakan jika usulan ini digagas oleh calon presiden dan dia terpilih, maka upaya pelestarian kawasan konservasi pasti akan semakin berat.
Berberapa rencana pembangunan jalan yang muncul dalam Rencana Pembangunan Daerah antaralain; jalan Lempur ke Sungai Ipuh yang akan menghubungkan Kabupaten Kerinci dan Mukomuko, jalan Sebelat Ulu ke Jangkat yang akan menghubungkan Kabupaten Lebong dan Merangin. Selain itu, usulan dari pemerintah kabupaten Kerinci Propinsi Jambi antaralain jalan dari Renah Pemetik ke Bungo dan dari Masgo ke Dusun Tuo.
Rencana jalan penghubung Lebong dan Jangkat Kabupaten Merangin akan melewati kawasan inti TNKS lebih kurang 35 kilometer, akan menghubungkan Kecamatan Pinang Belapis Desa Sebelat Hulu-Desa Sungai Lisai (Propinsi Bengkulu Kabupaten Lebong) dengan Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. jalan-jalan tersebut diusulkan untuk perencanaan jalan evakuasi bencana.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci nomor 24 tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci tahun 2012-2032, Pasal 24 antara lain dicantumkan jalur jalan evakuasi bencana gempa bumi dan tsunami berupa pengembangan ruas jalan Lempur Mudik Kabupaten Kerinci ke Sungai Ipuh Kabupaten Mukomuko Bengkulu. Pembukaan jalan ini akan membuka akses masuk dalam kawasan TNKS sehingga akan meningkatkan ancaman terhadap kawasan TNKS tersebut baik perambahan, ilegal logging dan perburuan satwa serta aktifitas ilegal lainnya.
Usulan-usulan jalan ini telah ditolak karena akan berpotensi meningkatkan kerusakan hutan dan meningkatkan potensi bencana banjir dan kekeringan. Dalam dokumen Berita Acara Konsultasi publik revisi zonansi TNKS, di Padang tanggal 21-22 November 2013 disebutkan : usulan dari pemerintah Propinsi Jambi dan Suimatera Barat bahwa pembangunan jalan dari Renah Pemetik ke Bungo, Masgo ke Dusun Tuo, Lempur ke Sungai Ipuh dan Kambang ke Muara Labuh yang melewati zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat belum dapat dikoordinir karena tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 05 tahun 1990 dan peraturan menteri kehutanan P.56 tahun 2006. Dan dalam Berita Acara Konsultasi Publik Revisi Zonansi TNKS, yang dilakukan di Bengkulu juga tidak mengakomodir usulan Pemerintah kabupaten dan propinsi terkait pembangunan jalan yang akan membelah kawasan Inti TNKS.
Berdasarkan kajian lembaga-lembaga peduli lingkungan, jalur-jalur jalan yang direncanakan oleh pemerintah kabupaten dan propinsi ini akan melewati kawasan inti TNKS dan secara langsung akan meningkatkan akses ke dalam kawasan hutan. Disamping itu, karena tofograpi kawasan hutan di wilayah ini terjal dan berbukit, serta merupakan daerah tangkapan air bagi sungai-sungai besar di empat propinsi, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, maka kerusakan hutan TNKS akan meningkatkan potensi bencana alam dan meningkatkan kerentanan ekonomi masyarakat disekitarnya. Sedangkan usulan pembangunan jalan melalui TNKS untuk jalan evakuasi dari ancaman gunung berapi, sengat tidak reakistis, kanena jalan-jalan yang ada sekarang sudah mencukupi dan dapat dimanfaatkan. Selain itu, Jalan evakuasi yang diusulkan akan melewati bukit dan cukup jauh dari pusat potensi bencana. Misalnya jalan lempur sungai ipuh, jalan ini jauh dari Gunung Kerinci dan jauh dari Pantai Mukomuko.
Kawasan Konservasi ini sangat penting. TNKS memiliki kelengkapan ekosistem dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Menjadi daerah tangkapan air (catchment area ) dan pengendali perubahan iklim (Control Climate Change). Taman Nasional Kerinci Seblat menjadi penyangga dari ancaman bencana dan menjadi hulu puluhan sungai besar dan ratusan sungai kecil yang sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Kawasan ini merupakan hulu penting bagi DAS (daerah aliran sungai) Batang Hari (sub-DAS Merangin, Tebo, Tabir, Sangir), DAS Musi (sub-DAS Rawas, Rupit, dan Lakitan), dan DAS Pantai Barat Sumatra (sub-DAS Manjunto, Selagan, Ketahun, Ipuh, Sebelat, Dikit dan Indrapura). TNKS memberikan kontribusi Hydrologis dan ekologis, bagi sekitar 10 juta hektar lahan pertanian. Lahan tersebut sangat tergantung dengan kelestarian kawasan ini untuk meningkatkan dan mempertahankan produksinya. Menjadi sumber air bersih bagi 5 juta-an penduduk di empat propinsi. Menjadi sumber energi untuk pembangkit PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) ; 670 watt di Propinsi Jambi, 388 ribu watt di Sumatera Barat, 16 juta Watt di Bengkulu, dan 210 juta watt di Sumatera Selatan.
Kerusakan TNKS akan membuat PLTA tidak beroprasi, irigasi kekeringan dan ancaman bencana. Disamping itu, puluhan hutan adat dan hutan desa yang telah dikelola masyarakat di berbagai tempat di sekitar kawasan TNKS akan terkena dampak jika terjadi kerusakan TNKS. Usaha masyarakat dalam menjaga hutan untuk menjadi penyangga kehidupan mereka akan sia-sia.
Musryadi Munir salah satu tokoh masyarakat kerinci mengatakan, selama ini masyarakat adat telah berperan dalam menjaga hutan yang menjadi sumber air dan kehidupan mereka. Misalnya melalui pengelolaan hutan hak adat : Hutan hak adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam di desa Pungut Mudik Kecamatan Air Hangat Timur (seluas 152 Hektar). Hutan hak adat Tigo Luhah Kemantan di desa Kemantan Kecamatan Air Hangat Timur (426 Hektar). Hutan hak adat Lubuk Titing di desa Pungut Hilir Kecamatan Air Hangat Timur. Hutan hak adat Bukit Gedang di desa Pendung Hilir Kecamatan Air Hangat. Hutan hak adat Bukit Sigi di desa Tanjung Genting Kecamatan Gunung Kerinci, dan lain-lain. Jika terjadi kerusakan hutan TNKS maka upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat adat akan sia-sia.
Lebih lanjut disampaikannya dalam Undang-undang RI nomor 5 tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya disebutkan, disebutkan taman nasional termasuk Kawasan pelestarian alam, yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Kami menilai pembukaan jalan di kawasan konservasi TNKS untuk jalur evakuasi bencana terlalu dipaksakan. Rencana pembangunan tanpa kajian yang lengkap justru akan menambah persoalan baru terhadap kawasan konservasi yang merupakan hulu dari puluhan sungai besar di empat provinsi yakni Bengkulu, Jambi, Sumatra Selatan dan Sumatra Barat ini.
SHARE: