...

22 Oktober 2020

Lewat Hutan Adat Mempertahankan Keberadaan Kawasan TNKS

Bentang alam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan kawasan hutan tropis penting dunia yang  berada di rangkaian pegunungan Bukit Barisan Selatan di bagian Sumatera Bagian Tengah.   Kawasan TNKS menjadi habitat bagi sejumlah populasi satwa langka seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera,  Kijang Sumatera (yang baru diketahui 2007) dan lebih dari 372 jenis burung termasuk jenis-jenis burung endemik. TNKS ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 192/KPS-II/1996 Tahun 1996, seluas hampir 1,386 juta ha.  Kawasan ini melingkupi 4 Provinsi yaitu Sumatera barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatra Selatan. Tidak kurang 436 desa-desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan ini.

Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) pada saat ini sudah berubah fungsi menjadi perladangan masyarakat perambahan dari hari kehari bertambah terus, perburuan satwa dan illegal logging.

Terkait dengan kondisi diatas dan data-data yang ada, maka jaringan Akar Network atas dukungan pendanaan dari TFCA-Sumatera serta bekerjasama dengan anggotanya yang ada di Kabupaten Kerinci, Merangin, Solok Selatan dan Muko-Muko,   melakukan  Program “Penyelamatan Ekosistem Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat berbasis masyarakat”.

Masyarakat sebagai ujung tombak yang berinteraksi penuh dengan kawasan hutan diajak untuk membuat dan menyepakati aturan pengelolaan Hutan adat sesuai   dengan kebiasaan setempat,Musyawarah adat untuk membuat dan menyepakati aturan pengelolaan wilayah adat .

Saat ini dalam program yang didanai TFCA-Sumatera, sudah ada kesepakatan masyarakat dari dua kawasan hutan adat untuk menjaga wilayahnya dari kerusakan, yaitu di Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan dan Hutan Adat Tigo Luhah  Permenti Yang Berenam Pungut Mudik.  Kesepakatan sudah ditandatangani disahkan oleh Bupati Kerinci termasuk pengurus pengelola Hutan Adat.

Untuk wilayah Hutan adat di Kemantan, telah dilakukan pemetaan dan pembagian ruang kelola wilayah adat sesuai dengan kondisi fisik dan kesejarahannya di 3 wialayah desa adat/wilayah kelola hutan adat.

Masyarakat menyepakati wilayah kelola dibagi dua yaitu :
1.    Wilayah Usaha perladangan dengan cara bertani yang diatur dalam aturan pengelolaan hutan adat.
2.    Wilayah lindung yang tidak boleh di ganggu atau ditebang sama sekali.

Wilayah kelola ini sudah disepakti oleh Tokoh Adat dan Tokoh masyarakat. Namun demikian upaya sosialisasi dengan masyarakat 6 desa terus dilakukan agar dukungan darimasyarakatmakin bertambah kuat.

Masyarakat dari kedua hutan adat tersebut menyatakan kelegaannya dengan adanya pengakuan dari pemerintah  untuk  pengelolaan hutan adat oleh masyarakat.  “Kami jadi percaya diri dan berani untuk menindak para pelaku perusakan hutan maupun pencuri kayu yang berkeliaran.  Bahkan kami juga tidak takut kepada aparat apabila oknum tersebut terbukti berbuat salah”, demikian ungkap salah seorang pengelola hutan adat dari Pungut Mudik menanggapi pengesahan dari Bupati.

SHARE:
Berita lainnya