...

22 Oktober 2020

Menuju Arah Baru Pengelolaan Program TFCA-Sumatera

wajah anak-anak

Rencana Strategis (Renstra) TFCA-Sumatera untuk periode 2010-2015 akan segera berakhir.  Saat ini Renstra yang baru sedang disusun untuk memberikan arahan pada pelaksanaan program pengalihan utang untuk lingkungan  yang dijalankan oleh KEHATI sebagai Administrator.

Berbagai pendekatan, indikator, target dan pendekatan akan disusun berdasarkan tuuan dan evaluasi yang disusun dari Renstra sebelumnya.  Hal ini dimaksudkan agar program TFCA-Sumatera lebih relevan untuk memberikan kontribusi bagi konservasi alam di Sumatera.

Setidaknya ada 3 hal yang harus menjadi perhatian dalam rencana strategis berikut, yaitu:

  1. Perbaikan kebijakan dan kelembagaan. Para pihak yang terlibat dalam kegiatan konservasi harus secara aktif meningkat kapasitasnya.  Kondisi ini merupakan prasyarat bagi keberlanjutan upaya konservasi yang melibatkan masyarkat akar rumput hingga ke level nasional.
  2. Restorasi bentang alam dan konservasi spesies. Kawasan hutan berikut koridor serta daerah penyangganya perlu mendapat perhatian yang lebih serius, minimal harus diupayakan agar keutuhannya tidak terganggu agar luasannya tidak teus berkurang.  Kalau perlu diupayakan program restorasi untuk mengembalikan kehijauan pada kawasan yang kritis. Konservasi satwa juga harus diperhatikan sebagai bagian yang penting dalam keseimbangan ekosistem.
  3. Ketahanan ekonomi dan partisipasi masyarakat. Tanpa adanya dukungan yang positif dari masyarakat, akan sangat sulit untuk meminta masyarakat menjaga kelestarian dan keutuhan suatu kawasan.  Dan untuk mendapat dukungan tersebut, masyarakat harus menjadi subjek konservasi, bukan hanya sekedar obyek yang mendapat benefit proyek.  Masyarakat harus dapat merasakan manfaat dari pola pengelolaan hutan yang baik yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya.

Salah satu penekanan program pada renstra berikut adalah upaya yang lebih optimal untuk perlindungan dan konservasi satwa.  Dengan habitat yang terus menurun baik dari secara kualitatif maupun kuantitatif (luasan), satwa liar yang ada di alam diperkirakan jumlahnya terus menyusut.   Populasi satwa kunci seperti Gajah, Harimau, Orangutan dan Badak akan sulit bertahan bila tidak didukung oleh intervensi manusia dalam menyelamatkannya.  Data dari WWF Riau, sejak tahun 2004 higgga 2013 sebanyak 104 ekor gajah telah mati secara tidak wajar karena diracun dengan menggunakan zat kimia yang berbahaya.  Kondisi Badak juga tidak kalah mengenaskan.  Laporan yang disampaikan dalam Sumatran Rhino Crisis Summit di Singapura pada bulan April 2013 menyebutkan bahwa badak Sumatera hanya tersisa sekitar 100 individu saja. Di alam liar, populasi badak Sumatera menyusut sekitar 50% selama dekade terakhir.  Kondisi memprihatinkan juga terjadi pada Harimau Sumatera.  Forum Harimau Kita (FHK) melansir hewan dengan nama latin panthera tigris sumatrae itu diperkirakan berjumlah sekitar 250 ekor pada tahun 2010, menurun dari kondisi tahun 1978 yang jumlahnya mencapai 1.000 ekor.  Sedangkan perkiraan jumlah orang utan di Sumatera hanya tinggal sekitar 6.500 – 7.500 individu, menyusut 30 – 50% dari kondisi yang ada pada satu dekade lalu.

Saat ini penyusunan draft renstra baru 2015-2020 tengah dilakukan dengan melibatkan masukan dari berbagai pihak untuk lebih menajamkan fokus program.  Program TFCA-Sumatera yang diproyeksikan akan dijalankan hingga 2020 ini perlu dikawal oleh para pihak agar dapat terwujud visinya mendukung pembangunan berkelanjutan di Sumatera lewat konservasi keanekaragaman hayati hutan tropis.

 

SHARE:
Berita lainnya