...

22 Oktober 2020

Menyelamatkan Ekosistem Rawa Tripa

Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa-Babahrot terletak di pantai barat provinsi Aceh yang meliputi dua kabupaten yaitu Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Sampai pada awal tahun 1990-an, ekosistem Tripa-Babahrot tertutup oleh hutan rawa gambut pantai seluas 60.696 ha. Mengacu pada peta unit lahan yang diterbitkan oleh Puslittanak tahun 1980 pada skala tinjau, ekosistem Tripa-Babahrot sebagian besar adalah lahan gambut dengan kedalaman 1 sampai lebih dari 4 meter.  Pada peta ini juga ditunjukkan indikasi adanya kubah gambut dengan kedalaman lebih 2 meter, namun karena peta ini berada pada skala tinjau, delineasi yang tergambar masih diperdebatkan di tingkat lapangan, terutama bagi sektor swasta yang memegang izin pemanfaatan, juga oleh pemerintah kabupaten yang masih ragu untuk menetapkannya sebagai kawasan lahan gambut yang harus dilindungi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Ekosistem Tripa-Babahrot adalah bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang didesain sebagai kawasan dengan pengelolaan konservasi melalui Keppres No 33 Tahun 1998. Seiring dengan kebijakan ini, pemerintah Provinsi Aceh menerbitkan keputusan Gubernur no 19/1999 tentang Arahan fungsi Hutan di ProvinsiAceh dimana kawasan ekosistem Tripa-Babahrot ini dijadikan sebagai kawasan lindung di luar kawasan hutan. Dalam tataran nasional melalui PP No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),KEL termasuk ekosistem rawa gambut Tripa-Babahrot dinyatakan sebagai kawasan strategis nasional dengan fungsi perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta Daerah Aliran Sungai Tripa-Batee menjadi DAS strategis nasional. Sejalan dengan PP tentang RTRWN ini, Pemerintah Provinsi Aceh menyelaraskannya dengan draf Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Aceh (RTRWA). Menurut Undang-undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, Kawasan Ekosistem Leuser juga dimasukkan sebagai bagian wilayah konservasi di provinsi Aceh.

Berdasarkan analisa citra satelit dan survey udara tahun 2009, hanya tersisa sebesar 15 % hutan gambut primer dari luasan semula. Ini berarti sekitar 10-15 hektar hutan hilang setiap harinya. Bila dimasukkan kelas tutupan hutan lainnya yang terdiri dari hutan sekunder, hutan terdegradasi, dan hutan pantai, maka area yang masih berhutan tersisa terdapat sekitar 34% dari areal semula atau ± 20.000 ha, tetapi dari jumlah ini menunjukkan adanya reduksi area berhutan sebesar 13% dalam kurun waktu satu tahun saja sejak tahun 2008 lalu. Perubahan hutan gambut primer menjadi hutan terdegradasi mencapai lebih 1000 ha per tahun, ini dikhawatirkan menyebabkan perubahan ekologis. Kontras dengan semakin hilangnya area berhutan, di sisi lain ekspansi budidaya kelapa sawit berlangsung cepat.  Kelapa sawit sekarang menutupi 35% dari total area Tripa, ditambah dengan kanal-kanal untuk mendrain air dilahan gambut guna kepentingan pertumbuhan kelapa sawit.

Meskipun dewasa ini Kawasan Ekosistem Tripa-Babahrot disebutkan sebagai kawasan dengan pengelolaan konservasi yang berstatus strategis nasional, hal ini tidak serta merta menjadikan kawasan tersebut terlindungi yang disebabkan adanya okupansi lahan oleh pemegang Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang secara hukum dapat dipandang legal, karena keberadaan mereka sebelum ditetapkannya KEL dan status kawasan pada saat diberikan izin sampai sekarang adalah Areal Penggunaan Lain (APL). Telah banyak upaya dilakukan untuk menghentikan operasional HGU ini namun karena azas legalitas pemanfaatan lahan yang syah, maka keberadaan HGU ini sukar ditiadakan dan masih bercokol kuat. Keberadaan HGU ini yang menyebabkan semakin berkurangnya hutan gambut di Tripa dan bertambahnya kelapa sawit. Permasalahan lainnya adalah bahwa dalam areal HGU tersebut disinyalir terdapat kubah gambut dengan kedalaman lebih 3 meter yang menurut Permentan No 14 tahun 2009 tidak diperbolehkan untuk dikembangkan bagi budidaya komoditas perkebunan termasuk kelapa sawit.

Adalah Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang berupaya mendesain sebuah kawasan lindung baru seluas 20.000 ha, yang selanjutnya dapat menjadi cikal bakal pengembangan perlindungan keseluruhan Kawasan Ekosistem Rawa Gambut Tripa-Babahrot (60.000 ha). Eksosistem rawa gambut ini merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser. TFCA-Sumatera merupakan program yang salah tujuan utamanya adalah pengelolaan yang efektif pada kawasan yang berfungsi lindung dan konservasi hayati dalam bentang alam Kawasan Ekosistem Leuser agar dapat memperoleh kemantapan status lindung, sehingga ancaman-ancaman akan kehilangan ekosistem rawa gambut ini dapat diatasi pada masa yang akan datang.

Sejak didirikan pada tahun 2000, YEL  telah menunjukkan perhatian terhadap kelestarian Ekosistem Rawa Gambut Tripa-Babahrot, yang berada di luar kawasan konservasi yang ditetapkan pemerintah, kepentingannya tidak hanya dipandang penting dari segi konservasi satwa liar orangutan sumatera, akan tetapi juga fungsi lindung dari kawasan ini sebagai penyokong sistem kehidupan terutama sebagai pelindung bencana alam, dan penyedia air penting bagi masyarakat tempatan. Melalui program TFCA Sumatra ini, YEL bermaksud melanjutkan dan mengembangkan serta mensinergikan program perlindungan Kawasan Ekosistem Tripa-Babahrot yang selama ini telah dilakukan sehingga dicapai suatu bentuk pengelolaan dan perlindungan ekosistem rawa gambut Tripa-Babahrot. Program yang diajukan ini diharapkan dapat menuntaskan permasalahan yang ada selama ini untuk terutama dalam pengelolaan kawasan ekosistem rawa gambut yang jelas baik dari aspek pengelolaan kawasan, kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat.

SHARE:
Berita lainnya