...

22 Oktober 2020

Taman Nasional Kerinci Seblat: Riwayatmu Ini

DSCN2373

Lanskap Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan kawasan hutan tropis penting dunia yang terletakdi rangkaian pegunungan bukit barisan selatan bagian tengah pada koordinat 100o31’18”-102o44’ BT dan 17’13” –
326’14”LS. Kawasan hutan TNKS menjadi habitat bagi sejumlah populasi satwa langka seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatra, Kijang Sumatera (yang baru diketahui 2007) dan lebih dari 372 jenis burung termasuk 16 jenis burung endemik.

TNKS ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 192/KPS-II/1996 Tahun 1996 dengan luasan 1,386 juta ha. Kawasan ini melingkupi 4 Provinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatra Selatan. Tidak kurang dari 436 desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan kawasan ini. Kawasan ini menjadi sangat penting dalam ekosistem pulau Sumatra dan untuk itu pada tahun 2004 kawasan ini telah didaftar masuk ke dalam World Heritage Site sebagai Cluster Mountainous Tropical Rainforest Heritage Site of Sumatra (TRHS) bersama dengan TNGL dan TNBBS.

Sejak tahun 2000, puluhan ribu hektar kawasan hutan (kawasan konservasi dan hutan produksi) dialih fungsikan menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pertambangan. Hal ini terjadi akibat kurangnya kontrol dan pemantauan dari instansi yang berwenang. Pemerintah daerah lebih tertarik kepada masuknya investasi perusahaan besar yang dianggap dapat menaikkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalam jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap SDH. Lebih lanjut,lemahnya penegakan hukum memacu laju percepatan kerusakan hutan dan berdampak langsung pada semakin berkurangnya habitat dan populasi satwa liar secara signifikan.

Hasil evaluasi IUCN 2006 menunjukkan bahwa beberapa kegiatan sedang mengancam kawasan hutan di bentang alam TNKS, seperti pembalakan liar, perburuan, perambahan, rencana pembuatan jalan melintasi kawasan TNKS dan pengambilan hasil hutan lainnya yang tidak terkontrol. Dalam rangka mengamankan dan menyelamatkan ekosistem bentang alam Taman Nasional Kerinci Seblat berbasis Masyarakat, para pihak harus mengambil peran sesuai dengen kompetensinya untuk menyelamatkan sisa kawasan hutan alam di sekitar TNKS.

DSC01124

Perambahan
Di hutan produksi sekitar TNKS, perambahan terjadi setelah masa berlakunya izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) selesai atau jatuh tempo. Selama kawasan bekas HPH ini tidak ada yang mengelola di lapangan maka kawasan hutan yang berfungsi sebagai penyangga ini dijadikan sasaran empuk bagi perambah.

Perambahan hutan tidak terkontrol seperti kasus di atas tidak terjadi pada kawasan hutan dengan tata kelola tradisional seperti Hutan Kelola Rakyat yang pengelolaannya di lapangan berada di bawah pengaturan masyarakat [masyarakat lokal/masyarakat adat]. Terdapat  lembaga pengelola berbasis masyarakat yang melaksanakan dan mengontrol secara langsung kondisi hutan dan isinya. Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat, sementara itu ekosistemnya menjadi bagian penting dari sistem kehidupan
masyarakat setempat.

Di beberapa lokasi seperti di enclave kerinci, sistem pengelolaan hutan yang diserahkan pada sistem hukum adat jauh lebih lestari dibanding dengan sistem lain, dan hutan Penyangga ini adalah sebagai pintu masuk Taman Nasional Kerinci Seblat Renah pemetik. Peran pemerintah dalam sistem hutan kemasyarakatan lebih kepada dukungan [fasilitasi], kemitraan, pembuat kebijakan umum [prinsip-prinsip] dan pengakuan pengelolaan kawasan.

Hutan rakyat yang tersisa saat ini pada umumnya berada pada zona penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat. Keutuhan sisa hutan di enklaf Kerinci merupakan pendukung utama konservasi dan keutuhan TNKS.

Saat ini kondisi sisa hutan rakyat sangat beragam dari yang masih dalam keadaan baik sampai rusak parah.  Hutan Adat Hiang masih dalam kondisi cukup baik, Hutan Adat Pungut Mudik, dan Hutan Adat kemantan sehingga dalam kondisi baik dan diperlukan intervensi dengan pendekatan    multipihak untuk memperkuat pemeliharaan dan merestorasi fungsi sisa hutan enklaf Kerinci.

Terkait dengan fungsi kehidupan dalam ekosistem khususnya pada habitat hutan di TNKS, kelangsungan hidup tidak terbatas pada kepentingan manusia semata tetapi juga mencakup kelangsungan hidup seluruh mahluk hidup di hutan tersebut. Pertimbangan intervensi juga harus diberikan khususnya bagaimana menjamin keseimbangan antara pembangunan dengan konservasi sumber daya hayati.

Salah satu ancaman terbesar adalah terlalu lama perambahan dibiarkan maka dapat mendorong perpindahan masyarakat untuk bermukim atau melakukan kegiatan ekonomi yang seharusnya dilarang di kawasan hutan di Solok Selatan, seperti di Kec, Sangir, Kec sangir Jujuan dan Kec sangir Balai Jenggo. Keadaan ini menjadi lebih parah karena keterbatasan personil pelaksana lapangan di bidang penegakan hukum yang diharapkan mampu melakukan pengawasan. Sejak masyarakat mengalihkan kegiatannya dari mengambil kayu hutan menjadi berladang maka kegiatan baru ini telah mengubah fungsi kawasan hutan koridor menjadi ladang.

Perburuan Liar
Di samping perambahan hutan dan pembalakan liar, hasil investigasi juga mengindikasikan bahwa terdapat masalah lain yang cukup serius yakni perburuan liar dengan sasaran utama Harimau Sumatera. Hanya dalam waktu dua bulan, tim investigasi menemukan dan membongkar sembilan jerat harimau aktif dan satu diantaranya berhasil menjerat harimau, namun dapat lepas kembali dengan luka yang parah. Perambahan hutan tidak hanya oleh masyarakat untuk perladangan tetapi juga oleh perusahaan perkebunan yang memperoleh izin resmi dari pemerintah. Keadaan ini makin memperparah kondisi kawasan hutan dan merubah bentang alam TNKS terutama yang menjadi koridor bagi satwa langka untuk menuju TNKS.

Jalan pembalakan liar yang ditemukan Tim Patroli Pada Bulan Mei 2013 di Wilayah HL dan TNKS solok selatanPembangunan Jalan
Selain permasalah perambahan dan pembalakan liar, ancaman lain yang juga tidak kalah besarnya adalah pembangunan sarana dan prasarana yang tidak berbasis tata ruang.

Contohnya adalah prakarsa pembangunan jalan oleh Pemerintah Daerah Solok Selatan dan Propinsi Sumatera Barat untuk meningkatkan status bekas jalan logging menjadi jalan Propinsi alternatif dari Lintas Sumatera di wilayah Kabupaten Dharmasraya menuju kota Padang dan juga adanya keinginan Pemda Kerinci dan Pemda propinsi Jambi dalam membuka akses ekonomi seperti jalan lempur ke sungai ipuh (bengkulu), Hiang (kerinci) ke Tanah Tumbuh (Bungo) yang membelah kawasan inti TNKS (renah pemetik). Oleh karena pembangunan ini menembus zona inti TNKS maka dianggap sebagai ancaman yang  sangat serius terhadap TNKS. Untuk sementara pemerintah pusat tidak mengizinkan  pelaksanaan pembangunan jalan dalam kawasan konservasi. Namun demikian, kasus ini masih dalam perdebatan dan masih menggantung sehingga masih mungkin menjadi ancaman yang dikhawatirkan mengakibatkan perambahan yang cukup luas.

(source: Akar Network)

SHARE:
Berita lainnya