Terletak di:
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (127,698 hektar) ditetapkan pada Tanggal 5 Oktober 1995 oleh Menteri Kehutanan melalui KepMenHut No. 539/Kpts-II/1995
Berdasarkan kondisi topografinya ekosistem hutan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh dikategorikan sebagai hutan hujan tropika dataran rendah, karena memiliki iklim yang selalu basah, tanah kering dan ketinggian dibawah 1.000 m dpl. Dilihat dari segi penyebarannya, vegetasi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh termasuk dalam zona vegetasi Indonesia bagian barat dengan jenis-jenis pohon yang dominan suku Diterocarpaceae. Berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis dan fisiognominya, ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdiri dari 4 macam, yaitu: 1) Hutan alam primer: hutan hujan tropika yang masih alami belum terganggu oleh aktivitas pembalakan kayu. Jenis yang dominan di sub ekosistem ini umumnya berasal dan suku Dipterocarpaceae, yaitu jenis-jenis meranti (seperti Shorea abovoida dan S. accummata); 2) Hutan terganggu: kawasan hutan alam yang telah mengalami penebangan. Pada sub ekosistem ini dikuasai oleh jenis-jenis yang berasal dari suku Euphorbiaceae, antara lain Elastriopermum tapos dan Baccaurea racemosa. ; 3) Hutan belukar (hutan sekunder): kawasan yang telah dibuka untuk dijadikan perladangan kemudian ditinggalkan dan dijadikan ladang kembali pada periode berikutnya. Jenis-jenis yang mendominasi pada sub ekosistem ini umumnya adalah jenis-jenis pioner, seperti Macaranga gigantea dan M. triloba. ; 4) Kebun karet: kawasan yang digunakan oleh masyarakat untuk berkebun dengan jenis tanaman utama berupa karet (Hevea brasiliensis).
Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang tergolong tinggi. Sesuai dengan letak geografisnya, tumbuhan yang dominan relatif sama dengan tumbuh-tumbuhan hujan tropika dataran rendah yang ada di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Semenanjung Melayu. Namun demikian berdasarkan penelitian dan eksplorasi botani yang telah dilakukan telah terindentifikasi 176 jenis tumbuhan dan ditemukan beberapa spesies yang unik dan diduga langka diantaranya: cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii), salo (Johannesteijsmannia altifrons), mapau (Pinanga multiflora), mapau kalui (Iguanura wallichiana), jelutung (Dyera costulata), jernang (Daemonorops draco), meranti (Shorea peltata), kayu gaharu ( Aquilaria malacensis,) rotan (Calamus ciliaris dan Calamus exilis), ramin (Gonistylus bancanus), kemenyan (Styrax benzoin), pasak bumi (Eurycoma longifolia), pinang bacung (Nenga sp.), kabau tupai (Archidendron bubalinum), akar mendera (Phanera kochiana), keduduk rimba (Baccaurea racemosa), dan silima tahun (Baccaurea stipulata). Cendawan muka rimau merupakan tumbuhan khas dan endemik Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jenis flora lainya antara lain getah merah (Palaquium spp), pulai (Alstonia scolaris ), kempas (Koompassia excelsa), rumbai ( Shorea spp ), medang (Litsea sp, Dehaasia sp), kulit sapat (Parashorea sp.), bayur (Pterospermum javanicum), kayu kelat ( Eugenia sp), dan kasai (Pometia pinnata). Beberapa sumberdaya tumbuhan yang ada di dalam dan sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan pengobatan. Suku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan untuk mengobati 45 macam penyakit, dan 8 jenis cendawan (jamur) untuk 8 macam penyakit. Suku Talang Mamak memanfaatkan 110 jenis tumbuhan obat untuk mengobati 56 macam penyakit dan 22 jenis cendawan untuk mengobati 18 macam penyakit. Dari kekayaan alam yang banyak tersebut, terdapat 51 tumbuhan obat, 8 cendawan obat dan 2 binatang obat yang mempunyai prospek sangat baik untuk diteliti dan dikembangkan. Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk obat-obatan masyarakat asli taman nasional, antara lain akar kunyit (Dilenia sp.), akar kelobosan (Rourea sp), kayu manau (Canarium litorale), kemenyan (Stryrax benzoin), cabai tempala (Piper canium), lase putih, pasak bumi (Eurycoma longifolia), kulim (Scorodocarpus borneensis), lumpang (Sterculia oblongata), dan palem batang isi (Arenga sp.). Disamping sebagai obat sumberdaya tumbuhan juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tercatat 486 jenis tumbuhan hutan yang telah dimanfaatkan dan 158 jenis tumbuhan hutan sudah dibudidayakan. Tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut terdiri atas 27 jenis sebagai tumbuhan hias, 16 jenis sebagai bumbu masak, 10 jenis sebagai sumber karbohidrat, 5 jenis sebagai penghasil lateks dan resin, 26 jenis untuk keperluan ritual dan magis, 18 jenis sebagai sumber papan kayu, 21 jenis sebagai sumber tali-temali, dan 3 jenis sebagai sumber pewarna.
Berdasarkan penelitian di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh ditemukan minimal 59 jenis mamalia, beberapa diantaranya terancam punah, yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatraensis), Gajah Asia (Elephas maximus), berang-berang (Aonyx cinerea), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing keemasan (Catopuma Temminckii), kelelawar buah spotted-winged (Balionycteris maculate), kelelawar buah white-collared (Megaerops wetmorei) dan tapir Melayu (Tapirus indicus). Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis) mempunyai daerah jelajah yang luas, hingga memanfaatkan kawasan di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh sering ditemukan di konsesi MPH PT. IFA, PT. Dalek Hutani Esa, dan PT. Natma Hutani. Karena fungsinya dalam ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan daya tariknya, maka harimau Sumatera telah ditetapkan sebagai satwa utama di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sesuai temuan yang terekam camera trap, populasi harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh diperkirakan sebanyak 20-30 ekor (PHKS, 2004). Di dalam dan di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh juga ditemukan 6 jenis primata, yaitu simpai (Presbytis melalophos), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), ungko (Hylobates agilis), siamang (Symphalangus syndactylus), dan kokah (Presbytis femoralis).Selain itu di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdapat 193 jenis burung atau sepertiga jenis burung di Pulau Sumatera (Danielsen & Heegaard, 1994). Diantara jenis-jenis tersebut tergolong langka dan hampir langka, yaitu bangau storm (Ciconia stormi), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Anghinga melanogaster, itik air (Cairina scutulata), puyuh hitam (Melanoperdix nigra), sempidan merah (Lophura erythrophthalma), sempidan biru (Lophura ignita), paruh kodok besar (Batrachostamus auritius), rangkong gading (Buceros vigil), paok delima (Pitta granatina), dan asi dada-kelabu (Melacopteron albogulare). Beberapa jenis diantaranya merupakan jenis endemik di Sumatera, yaitu itik air, rangkong papan, cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), pelatuk (Trichastoma tickelli) dan bondol tunggir putih (Lonchura striata). Tercatat minimal 134 jenis serangga di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Melihat potensinya, kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan salah satu kawasan riset serangga yang menarik di Pulau Sumatera. Keanekaragaman jenis ikannya menurut Siregar et al. (1994) mencakup 25 famili, 52 genus, dan 97 spesies. Selain itu 18 jenis kelelawar hidup di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Illegal logging. Di sekitar kawasan TNBT ditemukan beberapa lokasi areal penebangan hutan secara liar, diantaranya di kawasan Teluk Keritang-Simpang Datai, Sungai Akar, Rantau Langsat, Usul, Alim, Puntianai, Pemayungan, Suo-Suo dan Semambu. Penebangan liar ini dilakukan baik oleh perseorangan maupun kelompok. Sebagai jalur mengangkut kayu keluar digunakan bekas jalan HPH. Kegiatan penebangan liar ini meningkat pada musim kemarau.
Perburuan liar. Harimau sering diburu oleh masyarakat lokal bekerjasama dengan jaringan pengedar satwa illegal. Selain harimau, perburuan burung juga kerap terjadi. Perburuan lebih banyak dilakukan oleh masyarakat luar taman nasional. Burung yang paling banyak diburu adalah murai batu dan beo (tiung). Perburuan juga terjadi pada jenis labi-labi yang umumnya dilakukan oleh Orang Kubu dan Talang Mamak.
Perladangan berpindah. Penduduk lokal tradisional di TNBT khususnya Talang Mamak dan Melayu setiap tahunnya melakukan perladangan berpindah. Pembukaan ladang berpindah yang dilakukan masyarakat per tahunnya rata-rata 1 – 2 ha/tahun/KK. Ladang yang telah dibuka ditanami maksimal 2 kali atau 2 tahun. Akhir-akhir ini mereka mengintegrasikan penanaman karet dan perladangan berpindah, sehingga setiap tahunnya membutuhkan lahan untuk penanaman padi dengan kemampuan 1 – 2 ha/tahun.
Transmigrasi. Sejak kawasan TNBT ditunjuk pada tahun 1995, ada pemukiman transmigrasi yang ditempatkan berdekatan dengan kawasan TNBT yaitu UPT Puntianai yang dibangun tahun 1996. Awalnya penduduk yang ditempatkan di sini sebanyak 350 KK yang terdiri dari masyarakat Melayu, Jawa dan Batak. Adanya hak istimewa yang diberikan bagi masyarakat Melayu setempat yang berasal dari Desa Simpang dan Alim untuk membuka hutan di sekitar areal transmigrasi untuk perladangan dan perkebunan menjadi ancaman untuk keutuhan kawasan.
Perlindungan Populasi Harimau Sumatera dan Deteksi Dini Penyakit pada Satwa Mangasa di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Taman Nasional Way Kambas
15 February 2022 – 14 February 2023
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Way Kambas,
Rp. 1.265.875.000
Fasilitator TFCA-Sumatera Wilayah Sumatra bagian Tengah dan Selatan
Faswil Tengah Sumatra:
Jl. Jendral A. Thalib, No. 06, RT. 26, Kel. Simpang IV Sipin, Kec. Telanaipura, Jambi (36124)
tel: (0741) 3072722
email: office@pundisumatra.or.id
Faswil Selatan Sumatra:
Graha Madu Pesona Cluster 1 No 54, Jalan Turi Raya, Tanjung Seneng, Bandar Lampung
1 Januari 2019 – 31 Desember 2021
Ekosistem Sembilang - Taman Nasional Berbak, Kerumutan-Semenanjung Kampar-Senepis, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Siberut dan Kepulauan Mentawai, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Way Kambas,
Rp. 7.292.630.000
Perlindungan Gajah Sumatera di Lansekap Bukit Tigapuluh melalui Mitigasi Konflik Berbasis Masyarakat, Investigasi dan Penegakan Hukum
1 September 2017 – 31 Desember 2018
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,
Rp. 1.072.532.906
Perlindungan dan Pemantauan Populasi Harimau Sumatera di TN Bukit 30 dan SM Kerumutan (Riau-Jambi) serta TN Way Kambas (Lampung)
Anggota Konsorsium: Universitas Jambi
1 Juni 2017 – 31 Mei 2020
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Kerumutan-Semenanjung Kampar-Senepis, Taman Nasional Way Kambas,
Rp. 8.541.362.484
Capacity Building for Resort Tebo Police in Investigating Poaching Case and Illegal Ivory Trade in Bukit Tigapuluh landscape
1 Agustus 2016 – 1 November 2016
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,
Rp. 101.597.500
Fasilitator Wilayah Sumatra bagian Tengah dan Selatan
Oktober 2015 – September 2018
Ekosistem Kerinci Seblat, Ekosistem Sembilang - Taman Nasional Berbak, Kerumutan-Semenanjung Kampar-Senepis, Taman Nasional Siberut dan Kepulauan Mentawai, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Way Kambas,
Rp. 3,438,795,000
Studi Konservasi Lingkungan (Surili) 2016: Menggali Potensi Keanekaragaman Hayati, Ekosistem Karst dan Pengembangan Ekowisata di Rimbang Baling, Provinsi Riau
Juni 2016 – November 2016
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,
Rp. 93,200,000
Program Perlindungan dan Pengelolaan Bukit Tiga Puluh dan Koridor Bukit Batabuh, Provinsi Riau Sumatera
Anggota Konsorsium:
Yayasan Penyelamatan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), WWF-Indonesia Riau, Perkumpulan Alam Sumatera (PASA)
Jl. PT. SI No. 01 Pematang Reba, Kec. Rengat Barat, Kab. Indragiri Hulu, Propinsi Riau Kode Pos: 29351
Phone: +62 769 341095
Email : yayasan_pkhs@yahoo.co.id
Web blog: www.yayasanpkhs.blogspot.com
Website: www.tigertrust.info
Mei 2012 – Agustus 2015
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,
Rp. 4,659,380,000
Pencegahan Perburuan dan Mitigasi Konflik Gajah Sumatra di Ekosistem Bukit Tigapuluh
Jl. TP Sriwijaya no. 48 RT 15 Rawasari Kotabaru Jambi
info@yksli.or.id
1 Febuary 2016 – 1 Juni 2016
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,
Rp. 160,000,000